SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI
INDONESIA
Praktik akuntansi di Indonesia dapat
ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun
1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang
dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995).
Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry
bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan
VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa
penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama
era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan
meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai
dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang
menanmkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong
munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih.
Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada
tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini
akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk
membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur
(Yunus 1990). Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W
Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan)
adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik
tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang
terbentuk pada tahun 1915 (Soermarso 1995). Akuntan publik yang pertama adalah
Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918.
Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan
H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada
orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama
yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai
pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929
(Soemarso 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal
(Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari
Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa
Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang
Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan
tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan
akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika.
Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur
dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah.
Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan
pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas
Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN)
1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas
Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah
mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada
tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus
mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an,
sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi
dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih
kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik akuntansi
yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari
investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1999). Sebelum
perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal
1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis
pembukuan-satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk
dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan
maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik
dan asing; dan satu lagi yang menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak
(Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk
memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya
berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan
perilaku investor. Skandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang
dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta go
publicpada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar
(ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam,
auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya,
auditor Bank Duta mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian. Kasus ini
diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan 1992) dan Barito Pacific
Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia,
kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah
menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” menjadi
model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah
mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi
yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994,
pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan, yang
dikenal dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Kedua, Pemerintah
bekerja sama dengan Bank Dunia (World Bank) melaksanakan Proyek Pengembangan
Akuntansi yang ditujukan untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih
profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan
berkaitan dengan akuntansi dalam Undang Undang Perseroan Terbatas. Keempat,
pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan
kedalam Undang-Undang Pasar Modal (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun
1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapsenya
sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah
bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagaai paket penyelamat
yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan
pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Berikut ini tabel ringkasan perkembangan akuntansi di Indonesia
Akuntansi
diperkenalkan pertama kali di Italia pada abad 14 dan 15. Pada saat itu
akuntansi dilakukan dengan melakukan double entry bookkeeping (sistem pembukuan
berpasangan).Akuntansi moderen dimulai sejak double entry accounting ditemukan
dan digunakan didalam kegiatan bisnis yaitu sistem pencatatan berganda (double
entry bookkeeping) yang diperkenalkan oleh Luca Pacioli (th 1447). Luca Pacioli
lahir di Italia tahun 1447, dia bukan akuntan tetapi pendeta yang ahli
matematika, dan pengajar pada beberapa universitas terkemuka di Italia. Lucalah
orang yang pertama sekali mempublikasikan prinsip-prinsip dasar double
accounting system dalam bukunya berjudul : Summa the arithmetica geometria
proportioni et proportionalita di tahun 1494. Banyak ahli sejarah yang
berpendapat bahwa prinsip dasar double accounting system bukanlah ide murni
Luca namun dia hanya merangkum praktek akuntansi yang berlangsung pada saat itu
dan mempublikasikannya. Hal ini diakui sendiri oleh Luca (Radebaugh, 1998) “Pacioli
did not claim that his ideas were original, just that he was the one who was
trying to organize and publish them. He objective was to publish a popular book
that could be used by all, following the influence of the venetian businessmen
rather than bankers”. Praktek bisnis dengan metode venetian yang menjadi
acuan Luca menulis buku tersebut telah menjadi metode yang diadopsi tidak hanya
di Italia namun hampir disemua negara eropah seperti Jerman, Belanda, Inggris.
“ Pembukuan
ala Italia “ kemudian beralih ke Jerman untuk membantu para pedagang zaman
Fugger dan kelompok Hanseatik. Pada saat bersamaan filsuf bisnis Belanda
mempertajam cara menghitung pendapatan periodic dan pemerintah Perancis
menerapkan keseluruhan sistem dalam perencanaan dan akuntabilitas pemerintah.
Tahun
1850-an double entry bookkeeping mencapai Kepulauan Inggris yang menyebabkan
tumbuhnya masyarakat akuntansi dan profesi akuntansi publik yang terorganisasi
di Skotlandia dan Inggris tahun 1870-an. Praktik akuntansi Inggris menyebar ke
seluruh Amerika Utara dan seluruh wilayah persemakmuran Inggris. Selain itu
model akuntansi Belanda diekspor antara lain ke Indonesia, Sistem akuntansi
Perancis di Polinesia dan wilayah-wilayah Afrika dibawah pemerintahan Perancis.
Kerangka pelaporan sistem Jerman berpengaruh di Jepang, Swedia, dan Kekaisaran
Rusia.
Paruh
Pertama abad 20, seiring tumbuhnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat, kerumitan
masalah akuntansi muncul bersamaan. Kemudian Akuntansi diakui sebagai suatu
disiplin ilmu akademi tersendiri. Setelah Perang Dunia II, pengaruh Akuntansi
semakin terasa di Dunia Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar